Rabu, 23 Januari 2008

kata nenekku suatu malam..

ini kata nenekku suatu malam waktu saya belum tahu bagaimana rasanya jatuh cinta:

saatnya akan tiba, kau percaya bahwa orang yang paling berpeluang menyakitimu adalah orang yang paling kau cintai.

dulu saya tak pernah bisa percaya pada kalimat itu. tentu saja! nenekku adalah orang yang paling dekat dengan saya waktu itu dan ia tak pernah sekali pun menyakiti hati saya. tetapi sekarang saya goyah pada apa yang saya yakini itu. pelan-pelan saya suka mengangguk ketika mengingat kalimat itu. pelan-pelan karena tidak sepenuhnya sepakat, tidak juga sepenuhnya tidak sepakat.

lalu saya kemudian berpikir dan mengatakan kalimat berikut ini untuk diri sendiri:

sikapmu pada rasa sakit akan menunjukkan seberapa besar cintamu pada orang yang menyakitimu itu, pada orang yang kau cintai itu. ada yang mampu merelakan, ada yang mampu memaafkan, ada juga yang hanya mampu menerimanya.
ketiganya berbeda. dan jika bisa, saya ingin sekali diberi kemampuan untuk melakukan ketiganya sekaligus. saat ini, di saat-saat penuh kegoyahan ini.



*catatan tambahan, untuk mengejek diri sendiri:


nampaknya semakin tua seseorang semakin sering dia mengingat pesan ibu atau nenek di masa kecilnya. sebab semakin tua seseorang semakin banyak masalah yang dia pikir bisa selesai dengan menjadi anak-anak kembali.

sekarang lagi baca buku apa?

Sekarang lagi baca buku apa? itu pertanyaan Ally di shoutbox-ku hari ini. nah, buat Ally dan pembaca lain yang ingin tahu saya membaca apa, ini dia daftar bacaan saya hari ini:

For One More Day
. Ini buku ketiga Mitch Albom yang saya baca, jauh sebelumnya saya membaca Thuesday with Morrie dan The Five Peoples You Meet in Heaven. Saya senang dengan karya-karya Albom terutama karena lihai membicarakan kematian dan penuh renungan. Bangun pagi tadi langsung menyelesaikan beberapa lembar terakhirnya.

Eleven Minutes. Ini buku kesekian Paulo Coelho yang saya baca. Sebelumnya saya membaca The Alchemist, The Fifth Mountain, The Devil and Miss Prym, Veronika Decide to Die, The Zahir, By the River Piedra I Sat Down and Wept, dan Warrior of the Light. Tentu masih ada beberapa buku Coelho yang belum dan akan saya baca.

Living to Tell the Tale
. Ini jilid pertama dari trilogy autobiografi salah seorang pengarang favoritku, Gabriel Garcia Marquez. Sejak membaca novel yang mengantarnya meraih hadiah nobel, One Hundred Years of Solitude, saya terus jatuh cinta pada pengarang satu ini. Saya memiliki beberapa karyanya. Tapi sekarang sedang sangat ingin membaca novelnya yang baru saja dilayarlebarkan, Love in the Time of Cholera. Saking maunya baca itu buku, saat ini di playlist hapeku, saya simpan nyaris seluruh original soundtrack film yang belum beredar di Indonesia itu.

The Famished Road
. Karya Ben Okri ini sebenarnya sudah selesai saya baca tapi saya senang membuka-buka beberapa bagian dari novel ini jadi ya saya ulang lagi deh membaca bagian-bagian itu.

Thus Spoke Zarathustra
. Ini sih memang nyaris tiap hari saya baca ulang. Master piece Nietszche ini memang sangat inspiratif. Buku lama yang baru setiap hari bagi saya.

A Calender of Wisdom
. Ini juga jelas tiap hari saya buka hanya untuk tahu apa yang dikatakan kalender kearifan milik Leo Tolstoy itu hari ini, tanggal yang sama dengan hari ini. Begitu buka mata, langsung buka tanggal hari ini dan membacanya.

*semua link di postingan ini mengarah ke Wikipedia, kalau mau cari info lainnya tentu Anda bisa usahakan sendiri.

postingan kacau tentang shamisen dan telepon seseorang

persis ketika memasuki pintu ruang pertunjukan yang lebih mirip pintu masuk ruang tunggu bandara, ponselku yang sudah saya senyapkan beberapa menit sebelumnya tiba-tiba bergetar. di pintu masuk ada metal detector-nya segala! pahamlah, soalnya pagelaran ini dibuat oleh konsulat jepang. takut ada apa-apa kali. (sejujurnya, bagi saya yang nyaris tak pernah absen nonton pertunjukan di societet de harmonie, hal ini tentu saja terasa mengganggu).

ah, telepon dari perempuan itu! panggilan dari nomor ini selalu saya tunggu, setiap saat--meskipun setiap kali selesai berbincang dengannya perasaanku jadi tak menentu. orang yang sebentar lagi kau akan kehilangannya, tentu ingin kau ajak berbincang selama dan sedekat mungkin kan?

sedih, soalnya, saya minta dia putuskan perbincangan dulu, nanti suaraku mengganggu penonton yang sedang khusyu mendengar petikan kecapi jepang dari pemain muda yang mirip dengan salah satu pemeran dalam film yang pernah saya tonton--lupa judulnya. lalu saya berjanji akan menelpon sehabis pertunjukan.

sehabis pertunjukan, menyapa beberapa kawan yang saya kenal lalu menepi ke bawah sebuah billboard dan menekan nomor telepon perempuan itu. ah, suaranya, suaranya, suaranya...

postingan ini ditulis dengan bahasa yang kacau, bukan? apa yang saya mau bilang adalah bahwa beginilah gambaran bahasa saya kalau sedang bercakap dengan perempuan itu akhir-akhir ini. kacau!