banyak cita-cita yang harus saya lupakan, di antaranya:
- koki. saya ternyata lebih berbakat jadi pencicip masakan daripada jadi pencipta makanan. saya memang pernah rajin membuka-buka buku resep ibuku (yang ia bikin sendiri dengan tulisan tangan) namun saya tak pernah betul-betul mencoba satu resep yang saya baca. mungkin karena saya ini selalu khawatir melakukan kesalahan.
- astronom. sejak jatuh cinta pada sastra, setiap melihat langit dan benda-bendanya saya selalu ingin menulis puisi saja. saya kini lebih tertarik membuat benda-benda langit tetap jadi rahasia ketimbang menyingkapnya.
- detektif. simpel alasannya, saya sering menyepelekan hal-hal kecil.
- pelukis. sejak pak tino sidin tak muncul di tipi, saya malas belajar menggambar.
beberapa yang masih mungkin terwujud, mungkin juga harus dilupakan:
- petani. entah mengapa saya ingin sekali lepas dari jajahan kota dan jadi petani di desa. dan entah mengapa sampai sekarang saya belum mampu merdeka dari penjajah sialan itu!
- penyiar. sebenarnya ini sudah beberapa kali hampir terwujud tapi saya masih selalu membayangkan diri sebagai produser acara saya sendiri. sehingga saya bisa suka-suka menyiar.
- penyair. ah, no comment soal ini!
- guru di desa. ini cita-cita yang saya simpan buat masa tuaku (jika ada). saya ingin membangun perpustakaan untuk anak-anak desa dan mengajar di sana.
- pemilik sebuah penerbitan. saya ingin sekali bisa menerbitkan banyak buku puisi. saya para penyair itu tak perlu setengah mati menyodor-nyodorkan (dan ditolak) naskahnya ke mana-mana.